Jakarta - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) baru saja menandatangani perjanjian kerja sama penyediaan kapasitas telekomunikasi dari lima operator satelit. Dari kelima satelit tersebut, keempatnya merupakan satelit asing.
"Kita menyewa ke negara lain, salah satunya juga termasuk Indonesia. Walau yang tandatangannya mitra Indonesia, tapi di belakangnya mereka menggunakan satelit negara lain," ujar Direktur Utama BAKTI Anang Latif di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
PT Indo Pratama Teleglobal menggunakan satelit SES 12 (Belanda) di slot orbit 95 derajat Bujur Timur, PT Aplikasinya Lintasarta menggunakan satelit Intelsat (USA) di slot orbit 169 Bujur Timur, Konsorsium Iforte menggunakan satelit Telstar 18V (China) di slot orbit 138 derajat Bujur Timur, dan PT Telekomunikasi Indonesia menggunakan satelit Apstar 5C di slot orbit 138 derajat Bujur Timur.
Sedangkan, PT Pasifik Satelit Nusantara menggunakan satelit sendiri yang bernama Nusantara Satu di slot orbit 146 derajat. Berbeda dari keempat satelit lain yang sudah di lintasannya, Nusantara Satu justru baru akan diluncurkan pada akhir Februari 2019.
Keputusan BAKTI ini diambil karena persoalan kapasitas satelit. Dari kelima operator satelit di atas, pemerintah menyewa kapasitas 21 Gbps. Sementara itu, ketika BAKTI telah meluncurkan satelit Satria pada akhir 2022, maka akan memenuhi kapasitas sebesar 150 Gbps.
"Kenapa nggak (satelit) Indonesia? Karena nggak cukup. Kita menyewa, kalau tadi 150 Gbps, katakanlah kalau rumah itu 150 meter persegi, ini kita sewa 21 meter persegi dulu. Tapi, dengan 21 Gbps itu sudah menjawab kebutuhan untuk internet cepat. Jadi, kita nggak perlu menunggu sampai dengan awal tahun 2023," tuturnya.
Berbicara keamanannya saat pemerintah menyewa satelit asing, Anang pun mengungkapkan agar itu tak perlu dikhawatirkan.
"Satelit kalau soal keamanan itu sangat bergantung dari peralatan yang dipakai di Buminya. Jadi, memang sudah diacak di Buminya. Jadi, nggak usah khawatir soal keamanan. Kita sudah memikirkannya, karena teknologi keamanan itu ada di ground segmennya," pungkasnya.
(agt/krs)
"Kita menyewa ke negara lain, salah satunya juga termasuk Indonesia. Walau yang tandatangannya mitra Indonesia, tapi di belakangnya mereka menggunakan satelit negara lain," ujar Direktur Utama BAKTI Anang Latif di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
PT Indo Pratama Teleglobal menggunakan satelit SES 12 (Belanda) di slot orbit 95 derajat Bujur Timur, PT Aplikasinya Lintasarta menggunakan satelit Intelsat (USA) di slot orbit 169 Bujur Timur, Konsorsium Iforte menggunakan satelit Telstar 18V (China) di slot orbit 138 derajat Bujur Timur, dan PT Telekomunikasi Indonesia menggunakan satelit Apstar 5C di slot orbit 138 derajat Bujur Timur.
Sedangkan, PT Pasifik Satelit Nusantara menggunakan satelit sendiri yang bernama Nusantara Satu di slot orbit 146 derajat. Berbeda dari keempat satelit lain yang sudah di lintasannya, Nusantara Satu justru baru akan diluncurkan pada akhir Februari 2019.
Keputusan BAKTI ini diambil karena persoalan kapasitas satelit. Dari kelima operator satelit di atas, pemerintah menyewa kapasitas 21 Gbps. Sementara itu, ketika BAKTI telah meluncurkan satelit Satria pada akhir 2022, maka akan memenuhi kapasitas sebesar 150 Gbps.
"Kenapa nggak (satelit) Indonesia? Karena nggak cukup. Kita menyewa, kalau tadi 150 Gbps, katakanlah kalau rumah itu 150 meter persegi, ini kita sewa 21 meter persegi dulu. Tapi, dengan 21 Gbps itu sudah menjawab kebutuhan untuk internet cepat. Jadi, kita nggak perlu menunggu sampai dengan awal tahun 2023," tuturnya.
Berbicara keamanannya saat pemerintah menyewa satelit asing, Anang pun mengungkapkan agar itu tak perlu dikhawatirkan.
"Satelit kalau soal keamanan itu sangat bergantung dari peralatan yang dipakai di Buminya. Jadi, memang sudah diacak di Buminya. Jadi, nggak usah khawatir soal keamanan. Kita sudah memikirkannya, karena teknologi keamanan itu ada di ground segmennya," pungkasnya.
(agt/krs)
Comments